Hampir 3 minggu mengikuti training di Korea, ada begitu banyak kesan yang penulis alami diantaranya berkenalan dengan teman baru dari negara lain misalnya: Pakistan, Philippina, dan Bangladesh. Selain berkenalan dengan teman dari negara lain, penulis juga bersempatan melihat secara dekat bagaimana kemajuan negara korea dari perspektif kemajuan teknologi. Sebagaimana dengan pengalaman negara lain. Negeri Korea ini sebenarnya punya pengalaman yang hampir sama dengan negara lain di awal terlebih di awal berakhirnya perang korea tahun 1953. Masyarakat korea hidup dalam kemiskinan, tidak tersedianya sumber daya alam, dan kekurangan sumber daya manusia. Namun dibawah kepimpinan diktator presiden Park Chung Hee, negara korea mampu bangkit dan menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Dijaman kepimpinan presiden Park, tidak ada istilah multipartai, karena baginya untuk membangun negara, yang sangat dibutuhkan adalah seorang diktator yang baik yang mampu mendorong reformasi yang diperlukan untuk kemajuan ekonomi. Memang harus diakui bahwa ada banyak kalangan di masyarakat korea yang tidak setuju dengan sistem pemerintahan diktator ala presiden Park Chung Hee. Namun realitas menunjukkan bahwa seorang diktator tidak selamanya buruk, hal ini telah dibuktikan presiden Park Chung hee diawal memimpin pemerintahan negeri ginseng ini, dari negeri yang porak poranda akibat perang saudara kini menjadi negara maju dengan produk teknologi yang sudah mendunia seperti Samsung, LG, Daewoo dan lain-lain. Masyarakat korea mampu membuktikan kepada negara lain bahwa kemajuan suatu bangsa tidak hanya tergantung dari kekayaan alam, tapi dari kekayaan sumber daya manusia yang mereka miliki. Mereka tidak malu untuk belajar dari negara lain yang sudah maju lewat mengirim tenaga kerja ke luar negeri atau mengirim para belajar untuk mendapatkan pendidikan diluar negeri agar kelak bisa kembali dan membangun negeri.
Setiap tanggal 2 November umat katolik diseluruh dunia merayakan hari raya para arwah atau dalam bahasa Portugis dia Finados. halnya yang sama terjadi di negara Timor Leste, sebagai negara dengan penganut agama katolik terbesar momen perayaan hari para arwah sangat terasa di Timor Leste. dua hari sebelum perayaan ini dimulai, pemerintah melalui keputusan dewan menteri telah memutuskan tanggal 31 oktober sebagai hari tolerancia de ponto atau dalam bahasa ingris disebut dengan flexible day off bagi seluruh pengawai negeri untuk mempersiapkan diri sebelum perayaan dimulai. persiapan- persiapan yang perlu dilakukan diantaranya: Mudik ke kampung halaman Sebagian besar masyarakat Timor Leste berasal dari berbagai suku dan wilayah yang jauh dari Kota Dili. Maka momen seperti ini biasanya dimanfaat oleh masyarakat yang tinggal di kota Dili untuk mengunjungi sanak keluarga dan melakukan proses tabur bunga bagi anggota keluarga yang dikubur di kampung halaman. Bersih...
Comments