Itulah judul sebuah tayangan di SCTV salah satu tv di Indonesia. Kisah ini bermula dari pertukaran dua keluarga yang sangat bertolak belakang latar belakang kehidupan sosialnya. Keluarga si manager perusahaan merupakan keluarga yang berada, punya rumah bertingkat, mobil, tempat tidur exklusif, TV yang berlayar lebar, dapur dan kamar mandi yang aduhai. Sedangkan keluarga yang lain adalah seorang petani yang tinggal di desa dan jauh dari jangkauan listrik dan telekomunikasi. Adegan per adegan dimulai. Kedua keluarga ini sebagai yang telah di atur oleh para crew diberitahukan untuk meninggalkan kediaman masing-masing. Si manager pemasaran bersama istri dan dua putrinya meninggal kediaman mereka menuju tempat terpencil di desa dimana pak petani ini tinggal bersama keluarganya. Hal yang sama juga dilakukan keluarga petanii Bersama istri dan dua orang anak yang terdiri dari putri dan putra meninggalkan gubuk mereka menuju tempat tinggal pak manager pemasaran di kota. Walau kegiatan ini hanya berlangsung selama tiga hari namun menurut kesan penulis sangat menarik untuk disimak. Pertama, pada saat keluarga manager pemasaran ini tiba di gubuk milik pak petani ini, sang istri dan kedua putrid ini berontak. Bahkan sang istri mau pulang balik saja ke rumah yang mewah beserta segala fasiitasnya dan tidak mau untuk tinggal digubuk pak petani ini. Hal yang sama juga dirasakan oleh dua putrinya. Mereka tetap tidak tinggal digubuk pak petani ini. Namun sang suami tidak kehilangan akal, dia berusaha menyakinkan istri dan dua putriya untuk tetap tinggal digubuk pak petani ini. Dan akhirnya berhasil.
Kedua, pada saat keluarga pak petani ini tiba di rumah pak manager pemasaran ini, terlihat tidak ada beban apaun yang dirasakan keluarga ini.mereka tetap ikut perintah para crew tv. Tidak ada nada protes dari keluarga ini. Hal-hal lucu namun penuh makna terjadi pada kedua keluarga yang berbeda latar belakang sosialnya. Setelah keluarga Pak manager pemasaran tiba di rumah sang crew langsung memeberikan jadwal kegiatan yang akan dilakukan keluarga ini selama 3 hari di gubuk pak petani. Sebagaimana gambaran keluarga petani didesa, tiap pagi pak petani ini membajak sawah dan memberikan makan sapi piaraaannya. Peran yang sama juga dilakukan oleh pak manager pemasaran ini. Di pagi mencangkul sawah dan memberikan makan sapi piaraannya. hal yang sama juga dilakukan oleh sang istri, sebagaimana ibu-ibu di kampung. Memasak nasi memakai tungku dan mecuci pakain disungai.Pak manager ini karena tidak terbiasa memelihara sapi maka sapi milik pak petai terlepas untung masih bisa ditangkap. Begitu dengan sang istri pakaian yan dicucinya terbawa arus sungai.
Disisi yang lain, setelah keluarga petani ini tiba dirumah pak manager pemasaran, crew tv langsung memberikan jadwal kegiatan yang akan dilakukan keluarga ini selama 3 hari. Sebagai yang telah diatur oleh crew pak petani ini setiap pagi membaca Koran sambil minum kopi. Karena keluarga ini tidak terbiasa dengan telepon, mesin cuci kompor gas dan lain-lain sebagaimana gambaran keluarga modern masa kini. Hari pertama pak petani bersama keluarga menikmati kehidupan ala Pak manager ini. San istri diajak belanja ke supermarket dan anak-anak diberi keluasan untuk berbelanja barang kesukaan mereka. Cukup mengelikan bila kita melihat adegan yang diperankan oleh Pak manager dan pak petani disaat pertukaran tempat tinggal dan pertukaran peran.Maklum karena latar belakang kehidupan social berbeda. Cerita di hari kedua berlanjut, Pak petani ini hatinya mulai gelisah. Dia sudah mulai merindukan rumah, sapi dan ladang sawah dikampung. Begitupun dengan sang istri mulai merindukan kehidupan dikampung ,memasak di tungku, cuci pakaian dikali, membantu suami membajak sawah. Menjelang tidur pak petani mulai ngomel “ lebih enak hidup dikampung, mau makan pisang? ada, mau makan sayur tinggal ambil dikebun. Sedangkan hidup dikota semua membutuhkan uang, mending kita pulang besok aja mak! Begitu kata pak petani kepada istrinya. Disisi yang keluarga pak manager juga akhirnya bisa menyadari bahwa peran yang selama 3 hari mereka lakoni telah memberikan pengalaman moril yang tak terlupakan dalam kehidupan keluarga ini. Mereka sadar betapa berat hidup di desa. Irama kehidupan yang mereka jalani dikota tidak seberat di desa. Dan tibalah saat pada hari ke 3 kedua keluarga ini kembali ke rumah masing-masing. Bisa dibayangkan perasaan apa yang dialami kedua keluarga ini ketika kembali ke rumahnya. Memang cerita diatas hanya program acara TV yang sudah disetting sedemikian rupa untuk menarik minat penonton untuk menonton acara tersebut. Sadar atau tidak sadar kita semakin dibutakan oleh gerlapan kilauan barang duniawi, kita lupa bahwa disekeliling kita ternyata masih banyak orang yang membutuhkan perhatian. Kadang kita juga seperti keluarga manager diatas merasa jijik bahkan tidak mau tinggal di gubuk yang tanpa listrik, tanpa kompor gas, tanpa spring bad, tanpa kulkas dan masih tanpa2 yang lain walau hanya 3 hari. Memang sangat berat untuk memciptakan keadilan di dunia ini. Yang kaya tetap kaya dan simiskin tetap melarat dan tertinggal namun mereka juga tetap tersenyum bahwa kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan harta benda duniawi. Kisah diatas seakan menyadarkan kepada kita bahwa hidup itu perlu tercipta keselarasan. Seperti kata penutup di akhir adegan yang menyatakan “hidup ini indah bila kita saling menghargai perbedaan. Yang kaya bukannya semakin sombong akan kekayaan atau jabatannya tetapi semakin dituntut untuk berbagi kasih dengan kurang mampu. Dan juga yang miskin bukan setiap hari meratapi kemiskinan tetapi bagaimana ya mampu bangkit dari kemiskinan dan kemelaratannya. Keselarasan dan keadilan bisa tercipta bila kita masing-masing saling berbagi dengan tulus kepada yang kurang mampu.
Kedua, pada saat keluarga pak petani ini tiba di rumah pak manager pemasaran ini, terlihat tidak ada beban apaun yang dirasakan keluarga ini.mereka tetap ikut perintah para crew tv. Tidak ada nada protes dari keluarga ini. Hal-hal lucu namun penuh makna terjadi pada kedua keluarga yang berbeda latar belakang sosialnya. Setelah keluarga Pak manager pemasaran tiba di rumah sang crew langsung memeberikan jadwal kegiatan yang akan dilakukan keluarga ini selama 3 hari di gubuk pak petani. Sebagaimana gambaran keluarga petani didesa, tiap pagi pak petani ini membajak sawah dan memberikan makan sapi piaraaannya. Peran yang sama juga dilakukan oleh pak manager pemasaran ini. Di pagi mencangkul sawah dan memberikan makan sapi piaraannya. hal yang sama juga dilakukan oleh sang istri, sebagaimana ibu-ibu di kampung. Memasak nasi memakai tungku dan mecuci pakain disungai.Pak manager ini karena tidak terbiasa memelihara sapi maka sapi milik pak petai terlepas untung masih bisa ditangkap. Begitu dengan sang istri pakaian yan dicucinya terbawa arus sungai.
Disisi yang lain, setelah keluarga petani ini tiba dirumah pak manager pemasaran, crew tv langsung memberikan jadwal kegiatan yang akan dilakukan keluarga ini selama 3 hari. Sebagai yang telah diatur oleh crew pak petani ini setiap pagi membaca Koran sambil minum kopi. Karena keluarga ini tidak terbiasa dengan telepon, mesin cuci kompor gas dan lain-lain sebagaimana gambaran keluarga modern masa kini. Hari pertama pak petani bersama keluarga menikmati kehidupan ala Pak manager ini. San istri diajak belanja ke supermarket dan anak-anak diberi keluasan untuk berbelanja barang kesukaan mereka. Cukup mengelikan bila kita melihat adegan yang diperankan oleh Pak manager dan pak petani disaat pertukaran tempat tinggal dan pertukaran peran.Maklum karena latar belakang kehidupan social berbeda. Cerita di hari kedua berlanjut, Pak petani ini hatinya mulai gelisah. Dia sudah mulai merindukan rumah, sapi dan ladang sawah dikampung. Begitupun dengan sang istri mulai merindukan kehidupan dikampung ,memasak di tungku, cuci pakaian dikali, membantu suami membajak sawah. Menjelang tidur pak petani mulai ngomel “ lebih enak hidup dikampung, mau makan pisang? ada, mau makan sayur tinggal ambil dikebun. Sedangkan hidup dikota semua membutuhkan uang, mending kita pulang besok aja mak! Begitu kata pak petani kepada istrinya. Disisi yang keluarga pak manager juga akhirnya bisa menyadari bahwa peran yang selama 3 hari mereka lakoni telah memberikan pengalaman moril yang tak terlupakan dalam kehidupan keluarga ini. Mereka sadar betapa berat hidup di desa. Irama kehidupan yang mereka jalani dikota tidak seberat di desa. Dan tibalah saat pada hari ke 3 kedua keluarga ini kembali ke rumah masing-masing. Bisa dibayangkan perasaan apa yang dialami kedua keluarga ini ketika kembali ke rumahnya. Memang cerita diatas hanya program acara TV yang sudah disetting sedemikian rupa untuk menarik minat penonton untuk menonton acara tersebut. Sadar atau tidak sadar kita semakin dibutakan oleh gerlapan kilauan barang duniawi, kita lupa bahwa disekeliling kita ternyata masih banyak orang yang membutuhkan perhatian. Kadang kita juga seperti keluarga manager diatas merasa jijik bahkan tidak mau tinggal di gubuk yang tanpa listrik, tanpa kompor gas, tanpa spring bad, tanpa kulkas dan masih tanpa2 yang lain walau hanya 3 hari. Memang sangat berat untuk memciptakan keadilan di dunia ini. Yang kaya tetap kaya dan simiskin tetap melarat dan tertinggal namun mereka juga tetap tersenyum bahwa kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan harta benda duniawi. Kisah diatas seakan menyadarkan kepada kita bahwa hidup itu perlu tercipta keselarasan. Seperti kata penutup di akhir adegan yang menyatakan “hidup ini indah bila kita saling menghargai perbedaan. Yang kaya bukannya semakin sombong akan kekayaan atau jabatannya tetapi semakin dituntut untuk berbagi kasih dengan kurang mampu. Dan juga yang miskin bukan setiap hari meratapi kemiskinan tetapi bagaimana ya mampu bangkit dari kemiskinan dan kemelaratannya. Keselarasan dan keadilan bisa tercipta bila kita masing-masing saling berbagi dengan tulus kepada yang kurang mampu.
Comments